Xenophanes berasal dari Kolophon, Ionia, di Asia
Kecil. Dikatakan di dalam salah satu fragmen puisinya sendiri bahwa ia
meninggalkan kota asalnya pada usia 25 tahun. Ia meninggalkan kota tersebut
setelah Kolophon direbut bangsa Persia pada tahun 545 SM. Dengan demikian ia
lahir sekirar tahun 570 SM. Kemudian dikatakannya pula bahwa ketika ia menulis
puisi tersebut, ia telah berusia 67 tahun. Diketahui Xenophanes berusia di atas
100 tahun, Karena itu, tahun kematiannya diperkirakan sekitar tahun 480 SM.
Setelah meninggalkan kota Kolophon, ia melakukan
perjalanan ke banyak tempat. Ada beberapa sumber kuno menyebutkan ia pernah
menetap di kota Messina dan Katania di pulau Sisilia. Selain itu, ia juga
pernah singgah di Malta, Pharos, dan Syrakusa. Akhirnya ia tiba di Elea, Italia
Selatan, dan menetap di sana. Diketahui bahwa Xenophanes mengarang suatu syair
ketika kota Elea didirikan pada tahun 540 SM.
enophanes menyatakan bahwa manusia tidak dapat
mendapatkan pengetahuan yang mutlak. Akan tetapi, di saat yang sama, manusia
harus mencari pengetahuan tersebut walaupun hanya berupa suatu kemungkinan. Hal
itu ditunjukkannya melalui dua fragmen berikut:
"Dewa-dewi tidak menyatakan segala sesuatu
kepada manusia sejak awalnya, tetapi setelah waktu berlalu, manusia menemukan
banyak hal dengan cara mencarinya sendiri."(fragmen 18)
"Tidak ada manusia yang pernah melihat ataupun
mengetahui kebenaran tentang dewa-dewi serta semua hal yang kukatakan. Karena
jika ada orang yang berkata mengetahui semuanya, maka sebenarnya ia tidaklah
tahu, melainkan hanya mempercayai tentang segala sesuatu."(fragmen 34)
Fragmen 18 menunjukkan kemungkinan mencari
pengetahuan melalui penelitian. Sedangkan fragmen 34 menolak kemungkinan
manusia mendapatkan pengetahuan yang mutlak, setidaknya untuk hal-hal yang
menurut Xenophanes sulit. Oleh karena itu, perlu dibedakan antara kebenaran,
pengetahuan, dan kepercayaan.
enophanes menentang cara pandang orang Yunani pada
waktu itu terhadap dewa-dewi. Ia memberikan kritik terutama kepada Herodotos
dan Hesiodos yang memberikan pengaruh besar terhadap masyarakat Yunani. Menurut
kedua penyair itu, dewa-dewi melakukan pelbagai perbuatan yang memalukan,
seperti pencurian, zina, dan penipuan satu sama lain. Di sini, Xenophanes
membantah antropomorfisme dewa-dewi, maksudnya penggambaran dewa-dewi dalam
rupa manusia. Menurut Xenophanes, manusia selalu menaruh sifat-sifat manusia
kepada dewa-dewi sesuai kehendak mereka. Misalnya saja, dewa-dewi dilahirkan
sebab manusia juga dilahirkan, dan bahwa dewa-dewi memakai pakaian, suara, dan
rupa seperti manusia. Xenophanes memberikan argumentasi sesuai bukti yang ia
temukan:
"Seandainya sapi, kuda, dan singa mempunyai
tangan dan pandai menggambar seperti manusia, tentunya kuda akan menggambarkan
dewa-dewi menyerupai kuda, sapi akan menggambarkan dewa-dewi menyerupai sapi,
dan dengan demikian mereka akan menggambarkan tubuh dewa-dewi serupa dengan
tubuh mereka.
"Orang Etiopia mempunyai dewa-dewi yang
berkulit hitam dan berhidung pesek, sedangkan orang-orang Thrake mengatakan
bahwa dewa-dewi mereka bermata biru dan berambut merah."
Xenophanes dapat menyimpulkan bahwa antropomorfisme
terhadap dewa-dewi tidaklah tepat sebab ia telah melakukan perjalanan ke
berbagai tempat dan melihat pelbagai kepercayaan mereka. Karena itu, ia menjadi
yakin bahwa semua itu bukanlah konsep dewa-dewi yang tepat. Ia menyatakan bahwa
sebenarnya hanya ada "Satu yang meliputi Semua". Maksudnya di sini
serupa dengan konsep "Tuhan" namun tidak sama dengan monoteisme sebab
ia juga menyebutnya dalam bentuk jamak.
Menurut Xenophanes, "yang Satu meliputi
Semua" ini tidak dilahirkan dan tidak memiliki akhir, artinya bersifat
kekal. Hal ini berbeda dengan konsep dewa-dewi yang dilahirkan dan dapat mati.
Ia tidak menyerupai makhluk duniawi mana pun, baik manusia ataupun binatang. Ia
juga tidak memiliki organ seperti manusia, namun mampu melihat, berpikir, dan
mendengar. Ia juga senantiasa menetap di tempat yang sama namun menguasai
segala sesuatu dengan pikirannya saja.
enophanes berpendapat bahwa matahari berjalan terus
dengan gerak lurus, dan setiap pagi terbitlah matahari baru. Gerhana disebabkan
matahari jatuh ke dalam lubang. Ia juga memandang bintang-bintang sebagai
awan-awan yang berapi sehingga bersinar ketika malam. Sinar itu seperti batu
bara yang memerah dan ketika pagi hari api dari awan itu padam kembali. Segala
sesuatu dipandang berasal dari bumi, dan bumi pula yang menjadi tujuan akhir
segala sesuatu. Manusia berasal dari bumi dan air. Sedangkan laut adalah sumber
dari segala air dan juga angin. Samudra yang luas menghasilkan awan-awan,
angin, dan juga sungai-sungai. Pelangi dipandang sebagai awan yang
berwarna-warni.
Kemudian bumi berada dalam proses peredaran
terus-menerus. Tanah menjadi lumpur, lalu menjadi air laut. Sebaliknya, laut
menjadi lumpur, lalu menjadi tanah. Untuk membuktikan teori ini, Xenophanes
menunjukkan bahan bukti empiris, yakni fosil-fosil kerang laut. Fosil-fosil
tersebut berada dalam batu. Hal itu menunjukkan bahwa dulu batu tersebut
merupakan lumpur.
0 comments:
Post a Comment