Hermeneutika bukan hanya berarti ilmu interpretasi, yakni suatu teori pemahaman, tetapi juga berarti ilmu yang menjelaskan penerimaan wahyu sejak tingkat perkataan sampai ketingkat dunia. Ilmu tentang proses wahyu dari huruf sampai kenyataan, dari logos sampai praxis, dan juga tranformasi wahya dari Pikiran Tuhan sampai kepada kehidupan manusia.
Yang pertama adalah kritik kesejarahan, yang menjamin
keaslian kitab suci dalam sejarah; tidak mungkin akan terjadi pemahaman bila
tidak ada kepastian bahwa yang dipahami itu secara historis asli. Sebab jika
tidak, pemahaman terhadap sebuah teks yang asli tidak akan menjerumuskan orang
pada kesalahan. Setelah menentuukan keaslian historis kitab suci tersebut dan
tingkat kepastiannya benar-benar asli, benar-benar tidak asli, atau relative
asli atau tidak asli proses pemahaman diawali dengan dasar yang kuat.
Disinilah hermeneutika
muncul sebagai ilmu pemahaman dalam artinya yang paling tepat, berkenaan
terutama dengan bahasa keadaan-keadaan kesejarahan yang melahirkan kitab-kitab
suci itu. Setelah mengetahui arti yang tepat dari teks tersebut kita memasuki
langkah ketiga, proses menyadari arti ini dalam kehidupan manusia, yang
merupakan tujuan akhir wahyu Allah.
Dalam bahasa
fenomenologis dapat kita katakana bahwa hermeneutika adalah ilmu yang
menentukan hubungan antara kesadaran dengan objeknya, yakni kitab-kitab suci.
Mula-mula kita memiliki ‘kesadaran historis’, yang menentukan keaslian eks dan
tingkat kepastiaannya. Kedua, kita memiliki kesadaran ‘eidetik’, yang
menjelaskan makna teks menjadi kesadaran rasional. Ketiga adalah ‘kesadaran
praktis’ yang menggunakan makna tersebut sebagai dasar teoritis bagi tindakan
dan mengantarkan wahyu pada tujuan akhirnya dalam kehidupan manusia dan di
dunia ini sebagai struktur ideal yang mewujudkan kesempurnaan dunia.
Kasus dalam islam
berarti bahwa hermeneutika yang membahas injil akan diungkakan melalui pola
islamis. Islamis disini tidak mesti berarti religious, disini artinya adalah
bentuk rasionalisasi yang paling tepat serta tingkat aksiomatisasi yang paling
tinggi. Pembahasan yang menyangkut keabsahan pola yang diajukan ini merupakan
bagian dari ‘hermeneuitka dialektis’. Hermeneutika sebagai aksiomatika dimulai
setelah penerimaan pola ini sebagai dalil dan aksioma. Bukti rasional merupakan
criteria terakhir.
0 comments:
Post a Comment