Sudah sekian banyak gerakan nasionalisme dilakukan di
Mesir untuk membersihkan diri dari penjajahan Inggris. Nasionalisme yang
terjadi di Mesir, bagi penulis ada dua tahapan, yaitu nasionalisme sekuler dan nasionalisme religius.
Yang dimaksud nasionalisme sekuler adalah gerakan nasional yang
tidak berdasarkan Islam sepenuhnya dan
masih pro-ideologi Barat, khususnya ideologi yang disampaikan Ali Abd
al-Raziq dan Lutfi al-Sayyid, para murid Muhammad Abduh.
Sementara nasionalisme religius (fundamentalisme) merupakan gerakan nasional yang sama sekali menghilangkan
unsur-unsur Barat di dalamnya dan murni
gerakan nasional agama Islam, seperti gerakan Sayyid Qutb.
Tokoh lainnya terlihat moderat-moderat saja. Hassan
al-Banna (1906-49) menemukan cara mengubah pembaruan tokoh-tokoh di atas
menjadi sebuah gerakan massa. Ia tahu bahwa Mesir membutuhkan sains dan
teknologi Barat; bahwa Barat harus
dimodernisasi secara politik, sosial, dan ekonomi. Ini adalah masalah praktis
yang harus disertai dengan pembaruan
rohani dan kejiwaan, yaitu kembali pada prinsip
al-Qur’an dan Sunnah.
Dalam gerakannya al-Banna senantiasa menegaskan bahwa ia
tidak memiliki niatan untuk mengkudeta
atau merebut kekuasaan. Tujuan utama alIkhwan al-Muslimun adalah pendidikan. Menurutnya ketika rakyat telah
menyerap pesan Islam dan membiarkannya
mengubah mereka, maka Mesir menjadi
negara yang Islami tanpa melalui kekerasan.
Banna tidak menghendakai al-Ikhwân al-Muslimun menjadi
keras atau radikal, ia hanya sangat menaruh perhatian pada pembaruan
fundamental masyarakat Muslim yang telah digerogoti penjajahan dan tercerabut
dari akarnya.
Kelemahan al-Banna dalam memimpin al-Ikhwan al-Muslimun adalah
tidak mampu mengkordinir anggotanya yang
begitu banyak.
Sehingga pada tahun 1943 muncul sempalan kelompok yang
bernama “aparat rahasia” (al-hijaz
al-sirra) yang dianggap teroris oleh Karen Armstrong. Menurut Richard P.
Mitchell, dijelaskan oleh Armstrong bahwa kelompok itu hanya berjumlah sekitar seribu anggota dan anggota
al-Ikhwan al-Muslimun tidak pernah
mendengar keberadaannya hingga hari ini. Barangkali kelompok ini adalah
respons atas kebijakan Anwar Sadat yang mendirikan “perserikatan pembunuh” pada
akhir 1940-an untuk menyerang Inggris
dan politikus-politikus yang dianggap “berkomplot” dengan Inggris. 1948 anggota
unit teroris “aparat rahasia”
memulai kampanye teror yang berawal dengan
pembunuhan Ahmed al-Khazinder, seorang
hakim.
Kemudian pada musim panas mereka melakukan serbuan ganas dan pengeboman distrik Yahudi di Kairo dan
puncaknya adalah pembunuhan perdana menteri Muhammad al-Nuqrasyi.
Al-Ikhwan
al-Muslimun yang tidak satu komando ini akhirnya berhasil dibubarkan
pada tahun 1948 dengan sadis, tapi lahir kembali pada 1950 bertepatan pada
masa pemerintahan Jamal Abd al-Nasser (1918-70) yang telah menggulingkan
rezim lama dengan kudeta militer.
Rezim Nasser menganut paham sosialis dan sangat ingin
membangun hubungan dengan Soviet.
Kebijakan luar negerinya adalah pan Arab dan menekankan solidaritas Mesir dengan negara Asia dan Afrika.
Nasser juga seorang sekularis yang teguh, tak satupun termasuk agama boleh dibiarkan
mengganggu kepentingan nasional.
Awal-awal Nasser menyanjung al-Ikhwan al-Muslimun karena
ia butuh mereka dalam hal retorika Islamnya. Namun kemudian retorika
al-Ikhwan al-Muslimun terlalu populis dan
terkesan menyeleweng dari kehendak Nasser, pada akhirnya Nasser membubarkan
al-Ikhwan al-Muslimun pada 1954 dengan
alasan bahwa mereka merencanakan revolusi tandingan.
Sekelompok al-Ikhwan al-Muslimun menjadi gerakan bawah
tanah dan pemerintah mulai mengumbar
kampanye kotor yang menuduh alIkhwan al-Muslimun mempunyai senjata ilegal dan
berkomplot dengan Inggris.
Tapi kemenganannya
atas al-Ikhwan al-Muslimun pada akhrinya terbukti sia-sia. Al-Ikhwan
al-Muslimun yang tinggal di kamp-kamp selama hidup Nasser telah mengalami
serangan sekularisme yang paling agresif.
Dengan demikian akan terlihat bahwa
di dalam kamp-kamp itulah beberapa al-Ikhwan al-Muslimun meninggalkan visi reformis al-Banna dan menciptakan fundamentalisme
Sunni baru yang keras (fundamentalisme Islam Mesir). Tokoh utamanya adalah
Sayyid Qutb.
0 comments:
Post a Comment